Minggu, 07 April 2013

Kelas 3 SD Semester 2


Sigalovada Sutta

Sigalovada Sutta adalah kotbah yang disampaikan oleh Sang Buddha kepada pemuda yang bernama Sigala.
Sigalovada Sutta dibabarkan Sang Buddha di kota Rajagaha, di sebuah hutan Bambu.
Sigala adalah seorang pemuda yang tidak mau mendengar kata orang tuanya.

Sebelum meninggal dunia ayahnya berpesan agar di waktu pagi hari sebelum matahari terbit, Sigala harus membasahi rambut dan pakaiannya lalu menyembah ke berbagai arah bumi dan langit.
Setelah ayahnya meningal dunia Sigala melakukan nasihat ayahnya.
Pagi-pagi sekali Sigala ke sungai membasahi Rambut dan pakaiannya.
Sigala lalu menyembah enam arah yaitu arah Timur, arah Barat, arah Utara, arah Selatan, arah Bawah dan arah Atas.

A. Isi Sigalovada Sutta

Pada waktu Sigala sedang menyembah keenam arah, ia bertemu dengan Sang Buddha, Sang Buddha kemudian menasehatinya, bahwa cara yang dilakukan itu tidak benar.
Sigala menyembah 6 arah dengan maksud :
Arah Timur berarti menghormat kepada ayah dan ibu
Arah Selatan berarti menghormat kepada Guru
Arah Barat berarti menghormat kepada istri dan anak
Arah Utara berarti menghormat kepada sahabat atau teman
Arah Atas berarti menghormat kepada pertapa atau Brahmana
Arah Bawah berarti menghormat kepada pelayan atau buruh
Sang Buddha meluruskan pandangan dan pengertian Sigala tentang cara menghormat yang benar.
Sang Buddha menjelaskan bahwa hidup adalah saling bergantungan. Kita tidak dapat hidup sendiri, selalu bergantung kepada orang lain. Dan memerlukan bantuan dan pertolongan orang lain. Oleh karena itu kita harus menjauhkan diri dari sifat sombong, tinggi hati dan mementingkan diri sendiri. Kita hendaknya hidup saling mengasihi, karena semua manusia ingin hidup bahagia.

B. Kewajiban Anak terhadap orang tua

Saat ini kita dapat hidup di dunia ini, dapat bermain, bersekolah, dan lain-lain karena ada orang yang berjasa pada kita yaitu orang tua kita.
Ayah dan ibu telah bekerja keras untuk kebahagian kita, kita tidak boleh melupakan jasa orang tua kita. Orang tua telah merawat kita, memelihara kita, membesarkan kita, mendidik kita, karena orang tua kita ingin anak-anaknya maju dan hidup bahagia. Orang tua telah berkorban demi kita, kita banyak berhutang budi kepada orang tua. Kasih sayang orang tua sangat besar pada kita. Kita harus dapat membalas jasa kebajikan orang tua kita.
Menjadi anak yang baik, patuh kepada orang tua, mendengarkan nesihat orang tua, tidak membenci kala orang tua bersalah, berbicara sopan, mudah dilayani adalah salah satu cara membalas budi orang tua kita.

Menurut Sigalovada Sutta, seorang anak mempunyai 5 (lima) macam kewajiban yang harus dilakukan terhadap orang tuanya. Lima kewajiban itu adalah :

1. Merawat orang tua ketika mereka telah lanjut usia.
2. Membantu menyelesaikan urusan orang tua
3. Menjaga kehormatan keluarga dengan baik
4. Menjaga warisan keluarga dengan baik
5. Melakukan perbuatan baik pada orang tua yang telah meninggal

Kisah Burung Nuri Muda

Terdapat suatu kisah seekor burung Nuri yang dibesarkan oleh kedua orang tuanya. Dengan kasih sayangnya setiap pagi orang tua burung Nuri selalu bergantian menjaga dirinya, jika ayahnya pergi mencari makanan, maka ibunya yang menjaganya. Jika ibunya pergi mencari makanan maka ayahnya menjaganya dengan penuh kasih sayang. Setelah cukup umur dan kuat si Nuri kecil diajarkan untuk terbang dan mencari makan. Demikianlah hal ini berlangsung dalam waktu lama hingga Si Nuri tumbuh menjadi seekor burung yang gagah dan kuat, sedangkan kedua orang tuanya telah tua dan tidka mampu terbang lagi. Kedua orang tuanya tinggal di atas sebatang pohon pada sebuah sarang. Setiap pagi si Nuri muda pergi mencari makanan, dia menemukan ladang padi petani yang subur. Setiap habis makan ia selalu membawa setangkai padi untuk diberikan kepada kedua orang tuanya. Pada suatu hari si Nuri ditangkap oleh penjaga ladang dan diserahkan kepada petani. Lalau si nuri ditanya oleh petani itu : “Mengapa kamu selalu membawa biji-biji padi itu dari ladangku”. Si Nuri Muda menjawab : “Tugasku adalah membawa makanan untuk kedua orang tuaku yang sudah tua dan tidak dapat terbang lagi”. Petapi mengerti perbuatan si Nuri itu, lalu dibiarkannya burung itu pergi dan membawa biji-biji padinya.

Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak

Anak yang baik tidak akan menyakiti orang tuanya. Karena orang tua telah banyak berkorban harta, tenaga, waktu dan pikiran untuk membesarkan anak-anaknya. Orang tua mempertaruhkan nyawanya ketika ia melahirkan. Menghabiskan harta benda untuk mendidik aank-anaknya. Ia rela menahan haus dan lapar agar anaknya dapat tumbuh sehat dan kuat. Orang tua akan bersedih ketika melihat anaknya mengalami kesulitan.

Tanggung jawab orang tua kepada anak sangatlah besar. Lima kewjiban yang harus dipenuhi oleh orang tua terhadap anak-anaknya adalah :

1. Mencegah anaknya berbuat jahat
2. Mengajarkan anak-anaknya berbuat baik
3. Memberikan pendidikan dan latihan pekerjaan pada anak-anaknya
4. Mencarikan pasangan yang sesuai untuk anak-anaknya
5. Menyerahkan warisan tepat pada waktunya.

Orang tua sangat mengharapkan anak menjadi anak yang baik, berbudi luhur, dapat berguna bagi keluarga, agama, masyarakat, bangsa dan negara.

Kisah kelahiran Ajatasattu.

Dahulu kala hiduplah seorang raja bijaksana yang bernama Bimbisara. Istrinya bernama Kusala Dewi. Pada awal kemahilannya Ratu Kusala Dewi merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya, sesuatu yang tidak biasanya diinginkan oleh seseorang yang hamil muda. Pada umumnya orang yang hamil muda ingin makanan yang bersifat asam atau makanan yang disukainya, akan tetapi ratu Kusala Dewi ingin minum darah dari Raja Bimbisara. Lama keinginan sang ratu dipendamnya hingga tubuhnya menjadi kurus. Raja Bimbisara menyadari perubahan yang terjadi pada diri ratu Kusala Dewi, maka raja menanyakannya, tetapi sang ratu selalu mengelak dan membohongi sang Raja bahwa tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Raja Bimbisara tidak mau menyerah begitu saja dan terus mendesak agar ratu Kusala dewi mau mengutarakan niatnya. Akhirnya dikatakanlah keinginannya itu, untuk meminum darah Raja Bimbisara. Dengan senang hati Raja Bimbisara memenuhi permintaan istrinya. Beberapa hari kemudia Raja Bimbisara memanggil seorang peramal untuk meramalkan bayinya. Sang peramal meramalkan bahwa bayi itu akan menjadi musuh ayahnya. Mendengar ramalan itu ratu Kusala Dewi berniat menggugurkan kandungannya, namun niat itu dicegah oleh raja Bimbisara dan lahirlah seorang bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Ajatasattu yang berarti musuh yang belum lahir. Raja Bimbisara dan ratu Kusala Dewi sangat mencintai puteranya. Pada suatu hari Ajatasattu menangis dan tidak mau terdiam, karena ditangannya tumbuh penyakit bisul yang kian hari kian membesar. Melihat anaknya menangis terus menerus raja Bimbisara kemudian memeluknya dan menghisap bisul yang telah membesar itu, bisul itu lalu pecah didalam mulut raja Bimbisara, darah dan nanah juga ikut ditelannya (bersambung)


C. Kewajiban SiswaTerhadap Guru

Kita bisa membaca, menulis dan berhitung, jadi pintar, punya ketrampilan karena jasa seorang guru, oleh karena itu sudah sewajarnya jika kita menghormati guru kita. Bapak dan ibu guru telah memberikan pengetahuan kepada kita, membimbing kita dan mendidik kita untuk menjadi anak yang baik, pintar dan berbudi luhur.

Sang Buddha adalah Guru Agung kita, Sang Buddha sangat mencintai siswa-siswanya. Dengan cinta kasih dan kasih sayangnya, siswanya dibimbing dan diajarkan agar memperoleh kebahagiaan seperti diri-Nya, agar siswanya terbebas dari penderitaan. Sang Buddha senantiasa menunjukkan hal-hal yang pantas dilakukan dan yang tidak pantas dilakukan, menunjukkan hal-hal yang baik dan hal-hal yang tidak baik, semuanya demi kebahagiaan siswanya bukan untuk keuntungan dirinya sendiri.
Guru yang baik tidak akan merahasiakan sesuatu yang diketahuinya.

Murid yang baik akan :
1. Mendengarkan dengan baik ketika guru menerangkan
2. Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan
3. Menanyakan sesuatu yang belum jelas

Seorang siswa mempunyai lima macam kewajiban terhadap gurunya :
1. Memberikan penghormatan kepada guru
2. Melayani gurunya
3. Bertekad kuat untuk belajar
4. Memberikan jasa-jasanya
5. Memperhatikan dengan baik sewaktu diberi pelajaran.

Sikap-sikap yang harus dihindari seorang siswa terhadap gurunya antara lain :
1. Menghina atau mencela guru
2. Mengejek guru
3. Membuat gaduh waktu pelajaran
4. Melukai guru baik dengan ucapan atau dengan perbuatan

HARI RAYA AGAMA BUDDHA

Umat Buddha memiliki 4 (empat) hari besar yang diperingati setiap tahun. Empat hari besar itu adalah hari raya Magha Puja, Waisak, Asadha dan Kathina.


1. Hari Raya Magha Puja

Hari raya Magha Puja diperingati antara bulan Februari-Maret.
Hari raya Magha Puja memperingati 4 (empat) peristiwa besar yang terjadi di Veluvana (hutan Bambu). Empat peristiwa tersebut adalah :
a. Berkumpulnya 1250 bikhhu Arahat (tingkat kesucian tertinggi)
b. Semuanya tahbiskan sendiri oleh Sang Buddha
c. Mereka datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
d. Sang Buddha mengajarkan Ovada patimoka yang merupakan inti ajaran para Buddha yang berbunyi : “JANGANLAH BERBUAT JAHAT, PERBANYAKLAH PERBUATAN BAIK, SUCIKAN PIKIRAN, ITULAH INTI AJARAN BUDDHA”

2. Hari Raya Waisak

Hari raya Waisak diperingati antara bulan Mei-Juni.
Hari raya waisak memperingati tiga peristiwa penting yang terjadi pada bulan Waisak, saat purnama sidhi (bulan terang). Tiga peristiwa itu adalah :
a. Lahirnya bodhisatva Sidharta di Taman Lumbini
b. Pertapa Sidharta menjadi Buddha di Buddha Gaya
c. Sang Buddha meninggal dunia di Kusinara

Hari raya Waisak ini biasa disebut Buddha Day dan diperingati oleh umat Buddha di seluruh dunia. Perayaan Waisak dilakukan umat Buddha untuk mengenang kembali jasa-jasa Sang Buddha yang telah berjuang dengan usahanya sendiri untuk menolong manusia dari penderitaan. Juga untuk mengingatkan bahwa pernah ada manusia suci, yang agung dan bijaksana lahir di dunia ini. Peringatan Waisak juga bertujuan meningkatkan keyakinan terhadap Sang Buddha dan ajaran-Nya. Pada Perayaan waisak kita memuji Buddha dengan mengucapkan Namo Buddhaya. Hari raya waisak sebagai hari libur nasional sejak tahun 1983, upacara untuk perayaan secara nasional di pusatkan di candi Mendut dan Borobudur.

3. Hari Raya Asadha

Hari raya Asadha diperingati antara bulan Juli-Agustus setiap tahunnya.
Hari raya Asadha dikenal sebagai hari Pemuaran Roda Dhamma yang Pertama, yaitu pertama kali Sang Buddha mengajarkan ajarannya kepada lima orang Pertapa, di Taman Rusa Isipatana, di Benares. Lima orang pertapa itu adalah Kondanna, Badhiya, Vappa, Assaji dan Mahanama. Pemutaran Roda Dhamma yang pertama dikenal dengan sebutan DHAMMA CAKKA PAVATANA SUTTA”. Inti kotbah yang disampaikan oleh Sang Buddha adalah menghindari 2 (dua) hal yang ekstrim yaitu pemuasan nafsu keinginan indria dan penyiksaan diri. Karena dua hal itu tidak memberikan manfaat untuk mencapai kesucian. Pada hari Asada kita memuji Dhamma dengan mengucapkan Namo Dhammaya artinya terpujilah dhamma


4. Hari raya Kathina

Hari Raya Kathina diperingati antara bulan Oktober-November.
Di dalam upacara Katina, umat mempersembahkan dana kepada sangha, dan para bhikkhu yang mewakili sangha untuk menerima persembahan dana dari umat, tidak boleh kurang dari 4 orang bhikkhu. Upacara Kathina yang sesungguhnya tidak boleh kurang dari 5 orang bhikkhu. Ada beberapa syarat suatu upacara Kathina yang sesungguhnya, yaitu:
a. Upacara Kathina hanya bisa dilakukan apabila di vihara (yang ada simanya) bervasa minimal 5 bhikkhu
b. Kelima bhikkhu tersebut harus melaksanakan vassa dengan sempurna
c. Kathina dana harus dipersembahkan di dalam masa katina yang dalam bahasa pali disebut “Kathina Kala atau civara Masa” artinya persembahan katina harus dilakukan di bulan Kathina atau bulan Pembuatan Jubah; tidak boleh di lakukan sebelum Kathina kala ataupun sesudah Kathina Kala
d. Kathina Dana yang dipersembahkan umat harus berupa Kathina Dusang atau kain/bahan pembuat jubah.
e. Para bhikkhu bermusyawarah siapa yang patut menerima jubah (karena jubah katina hanya satu)
f. Pada hari itu juga kain dipotong, dijahit, dikeringkan dan harus siap dipakai pada hari itu juga
g. Sangha memberikan anumodana kepada bhikkhu yang telah menerima jubah katina

Kalau umat mempersembahkan dana kepada Sangha pada saat Kathina Dana, bukan berarti dana itu akan dibagi untuk 5 bhikkhu tersebut, tetapi dana tersebut akan dipergunakan oleh semua bhikkhu dari mana pun juga. Berdana kepada sangha berarti berdana kepada sangha yang lampau, Sangha sekarang dan sangha yang akan datang. Dan bukan berarti berdana kepada pribadi bhikkhu.

Dana yang dapat diberikan kepada para bhikku yaitu 4 kebutuhan pokok (catupacaya) yaitu: pakean/jubah, makanan, tempat tinggal dan obat-obatan. Selain itu kebutuhan penunjang lainnya misalnya: sandal jarum, sabun alat mencukur rambut, alat tulis dll.

Riwayat terjadinya Kathina

Pada zaman dahulu, di zaman Sang Buddha Gotama, ada serombongan 30 orang Bhikkhu yang berjalan dari kota kecil Pava menuju Savatthi untuk menghadap Sang Buddha, karena Sang Buddha bersemayam di kota Savatthi. Di tengah perjalanan, rombongan bhikkhu ini berhenti karena musim vassa telah datang. Musim vassa artinya musim hujan – yang di India dimulai dari bulan oktober-juli sampai dengan oktober November. Karena musim hujan sudah datang, dan Sang Buddha sudah menggariskan peraturan bahwa selama musim hujan para bhikkhu tidak boleh bepergian, melainkanharus tinggal disuatu tempat tertentu: sebab jalan akan menjadi becek, dan akan menyusahkan para bhikkhu, sedangkan kalau para bhikkhu tinggal di hutan, binatang-binatang kecil akan terganggu, maka selama 3 bulan masa vassa tersebut para bhikkhu harus tinggal diam di suatu vihara. Tersebutlah ke 30 orang rombongan bhikkhu ini, sebelum sampai menghadap Sang Buddha di savati, di kota kecil Sageta, hujan sudah turun, Apa boleh buat para bhikkhu harus bervasa di kota kecil Sageta selama 3 bulan. Setelah musim hujan berlalu walaupun kadang masih turun huja juga, ke 30 bhikkhu ini melanjutkan perjalanan menghadap Sang Buddha. Apa yang terjadi sesudah mereka tiba di Vihara Jetavana di Savathi, pakean/jubah mereka menjadi compang camping oleh lumpur, juga lusuh dan basah semuanya, sedangkan mereka tidak punya jubah pengganti. Jubah para bhikkhu pada zaman dulu sebelum ada upacara Kathina dibuat dari kain-kain yang dibuang. Kalau ada mayat yang akan dibakar yang ditutup dengan kain, maka sebelum mayat tersebut dibakar, para bhikkhu megambil kain putih tersebut kemudian dijarum sendiri untuk dijadikanjubah, sehingga corak dari jubah itu beraneka warna. Untuk keseragaman Sang Buddha menganjurkan untuk mencelup dengan warna yang sama.
Ketika melihat 30 bhikkhu yang berpakaian compang camping dan berlumpur, Sang Buddha menjadi kasihan sekali dan muncul rasa sayang yang luar biasa kepada mereka. Kemudianada umat yang sangat berbakti Visakkha dan Anathapindika, minta izin kepada Sang Buddha agar mengizinkan mereka untuk mempersembhkan bahan /kain jubah yang cukup untuk 30 bhikkhu yang kedinginan dan rusaj jubahnya. KemudianSang Buddha memberi izin. Sejak saat itulahtimbul Upacara Kathina, yang masanya selama 1 bulan,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar