Minggu, 07 April 2013

Kelas 4 SD Semester 2

MAKNA UPACARA DALAM AGAMA BUDDHA

Upacara-upacara, baik bersifat keagamaan, kemasyarakatan maupun kenegaraan, sebenarnya adalah suatu cetusan hati nurani manusia terhadap suatu keadaan. Dengan sendirinya bentuk-bentuk upacara disesuaikan dengan keadaan, jaman alam, suasana, selera dan cara berpikir si pembutnya atau pelaksanaanya.

Oleh karena itu upacara sebagai salah satu bentuk kebudayaan dapat kita selenggarakan sesuai tradisi dan perkembangan jaman di Indonesia dengan mengigat bahwa kebudayaan adalah suatu yang dinamis, selalu mengikuti perkembangan, kebudayaan di jaman Borobudur dan Majapahit belum tentu dapat kita terapkan pada dewasa ini. Tetapi pola-pola kebudayaan manusia itu dapat merupakan inspirasi bagi tumbuhnya kebudayaan Indonesia baru.

1) Makna di balik upacara
Dari bermacam-macam upacara yang dilakukan oleh umat Buddha dengan corak ragam yang berlain-lainan, bila diteliti mempunyai makna yang sama. Sesuatu yang disebut upacara keagamaan akan diterima oleh umat untuk dilaksanakan dengan penuh keiklasan dan sekaligus menjadi kebutuhan hidup batinnya, Karena itu upacara akan menjadi salah satu kebiasaan hidupnya yang sering dilakukannya.
Dalam semua bentuk upacara agama Buddha, sebenarnya terkandung prinsip-prinsip:
a. Menghormat dan merenungkan sifat-sifat luhur Sang Triratna
b. Memperkuat keyakinan (saddha) dengan tekat (adhitthana)
c. Membina empat kediaman luhur (brahmavihara)
d. Melakukan Anumodana, yaitu membagi perbuatan baik kita kepada makhluk lain
e. Mengulang dan merenungkan kembali khotbah-khotbah Sang Buddha Gotama

Upacara yang mengandung lima prinsip tersebut telah dijadikan kebiasaan dan sering dilakukan, dari bentuk yang sederhana sampai yang rumit. Dengan demikian akan membawa makin seringnya ucapan dan perbuatan ditujukan kepada kebajikan, seperti:
Pikiran-pikiran negatif akan terkendali.
Pikiran-pikiran baik tubuh berkembang.

Secara terperinci manfaat yang langsung di dapat dari upacara, dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Saddha : keyakinan dan bakti akan tumbuh berkembang
b. Brahmavihara : empat keadaan batin luhur akan berkembang.
c. samvara : indera akan terkendali
d. Santutthi : puas.
e. Santi : damai
f. Sukha : bahagia

Untuk dapat memiliki manfaat yang sebesar-besarnya maka kita harus melakukan upacara yang benar, sesuai dengan makna yang berkandung dalam upaca itu.

2) Melakukan upacara yang benar
a. Mengerti akan makna upacara seperti yang diuraikan di atas.
b. Upacara adalah semata-mata memupuk sifat-sifat baik masing-masing individu seperti diuraikan di atas, dan bukan karena peraturan yang megikat. Karena itu setiap melakukan upacara, seseorang harus benar-benar sadar akan apa yang dilakukan dan bukan karena tradisi yang mengikat, yang tidak akan membawa kita pada pembebasan (silabbata paramasa samyojjana).

3. Sikap dalam upacara.
Karena upacara merupakan suatu manifestasi dari keyakinan dan kebaktian, maka sikap yang patut diperhatikan oleh setiap umat dalam melakukan upacara itu adalah:
1. Sikap menghormat dengan cara:
a. Anjali: merangkapkan kedua tangan dan menempatkan di dahi dengan menundukan kepala. Dalam membaca paritta kedua tangan di tempatkan di depan dada (ulu hati)
b. Namakkara : Membuat pancanga patittha (bersujud dengan lima titik, yaitu dua siku, dua lutut dan dahi menyentuh lantai pada saat yang bersamaan). Mengawali dengan namakkara Gatha (kalimat penghormatan awal pada Sang Tiratna)
c. Padakkhina : dengan tangan bersikap akanjali di depan dada, tanpa alas kaki, berjalan mengelilingi vihara atau candi sebanyak tiga kali, yang letak letaknya harus disebelah kanan kita.
2. Membaca paritta:
a. Dilakukan secara khidmat dan penuh perhatian
b. Sedapat mungkin dipahami arti dari paritta-paritta yang dibaca
c. Memperhatikan tanda baca yang benar
d. Mengikuti cara baca yang baik: samyoga seperti dhammapada, Sarabanna : sambung menyambug, magadha satu baris satu baris.
3. Bersamadhi (meditasi) khusus tentang sikap
a. Relaks duduk bersila dengan tumpuan tangan dipangkuan
b. Memusatkan pikiran kita pasa sifat-sifat luhur Sang Tiratana dan brahmavihara.

4. Macam-macam kebaktian
a. Kebaktian tanpa dihadiri Bhikkhu
b. Kebaktian yang hadiri bhikkhu

Kebaktian umum yang dihadiri bhikkhu paritta yang ditambahkan adalah Paritta Aradhana Tisarana dan Pancasila (untuk meminta tuntunan tisarna dan pancasila) dan Aradhana Dhammadesana (untuk meminta bhikkhu berceramah). Jika memungkinkan setelah kebaktian diadakan Pemberkahan. Pemberkahan yaitu suatu kegiatan yang disakralkan, ada dua cara pemberkatan: pemberkatan dengan membaca paritta oleh para bhikkhu dan pemberkatan dengan pemercikan tirta. Pemberkatan dengan pemercikan tirta didasarkan pada suatu peristiwa yang terjadi dimasa Sang Buddha. Disebutkan bahwa pada suatu ketika dikota Vesali tejangkit penyakit yang mematikan sehingga banyak orang yang meninggal. Maka umat Buddha Vesali mengundang Sang Buddha mengunjungi kota mereka. Sang Buddha datang dan menyuruh Bhikkhu Ananda untuk memanjadkan parita Ratna Sutta sambil berjalan dan memercikan air dari pattanya di sepanjang jalan yang dilaluinya. Akibatnya penyakit lenyap dan kota vesali aktif lagi. Selain pemberkatan kegiatan yang biasanya dilakukan jika kebaktian dihadiri bhikkhu adalah pelimpahan jasa dengan cara tuang air. Kegiatan ini bertujuan membantu umat untuk konsentrasi kepada sanak saudaranya yang akan dibantu dengan pelimpahan jasa. Pelimpahan jasa ini didasarkan pada peristiwa yang terjadi dimasa Sang Buddha. Disebutkan saat Sang Buddha mengunjungi Raja Bimbisara, Raja berdana makanan pada Sang Buddha, dan lupa melakukan pelimpahan jasa kepada sanak saudaranya yang terlahir di alam peta. Mereka marah dan mengganggu Raja Bimbisara, setelah mendapatkan saran dari Sang Buddha untuk melakukan pelimpahan jasa, dan Raja Bimbisara melaksanakannya maka beliau tidak diganggu lagi.
Kebaktian yang tidak dihadiri bhikkhu maka yang ceramah atau yang memberikan Dhammadesana adalah Pandita, atau Dhammaduta. Jika kebaktian dilakukan secara bersama-sama, maka salah satu dapat menjadi pemimpin kebaktian yang bertugas untuk memimpin jalannya kebaktian agar lancar dan tertip.
Umat Buddha melakuka puja bakti menghadap Altar. Altar adalah meja sembahyang tempat meletakkan perlengkapansarana kebaktian seperti:
1. Buddha rupang (patung Buddha) yaitu sebagai obyek meditasi dan untuk mengingat jasa Sang Buddha
2. Hio atau dupa, sebagai lambang keharuman dhamma Sang Buddha
3. Lilin, yaitu sebagai lambang penerangan
4. Air, sebagai lambang kesucian dan kerendahan hati
5. Bunga, sebagai lambang ketidak kekalan.

CANDI-CANDI BUDDHIS DI INDONESIA

Candi-candi Buddhis pada umumnya merupakan perbesaran dari stupa. Stupa adalah tempat penyimpanan relik (sisa-sisa tulang yang mengkristal), atau tempat menyimpan abu jenajah seorang raja. Jika kita sebagai uat Buddha mendatangi candi-candi kita harus melakukan penghormatan dengan bersikap anjali dan selanjutnya ber namaskara, sebagai penghormatan kepada candi-candi, kita harus menjaga kelestarian candi candi dengan tidak merusak bangunan yang agung itu, dan kita harus bersikap sopan ketika memasuki candi. Dengan menjaga kelestarian candi berarti kita telah melakukan penghormatan kepadanya.

Candi Buddhis terletak dibeberapa tempat yaitu:

1. Jawa Tengah


a. Candi Borobudur

Candi borobudur terletak di Borobudur, Mungkid, Magelang Jawa Tengah. Candi ini didirikan kira-kira tahun 800 Masehi oleh Wangsa Syailendra yang merupakan pengikut Buddha yang setia. Di Candi ini puncak perayaan Waisak Nasional diadakan setiap tahun. Candi Borobudur terkenal pula dengan sebutan candi seribu Buddha, karena disini terdapat banyak Buddha rupang, dalam stupa maupun pada relung-relung di dinding candi. Candi boro Budur disusun seperti limas berundak-undak terdiri sembilan tingkat semakin ke atas semakin kecil ukurannya untuk akhirnya diberi mahkota sebuah stupa yang besar sekali.. Di setiap dinding dari tingkatan candi ini terdapat relif (gambar pahatan) yang menceritakan tentang kehidupan manusia dan riwayat hidup Buddha Gotama, Jenjang atau teras candi di bagi tiga tingkat yaitu:
1. Kaki candi (paling bawah) tingkat Kama Dhatu yaitu tingkat manusia yang hidupnya masih dikuasai hawa nafsu. Pada dinding ini terdapat relief yang menggambarkan tingkah laku baik dan buruk dan segala akibatnya.
2. Teras satu sampai lima adalah tingkat rupa dhatu, yaitu tingkat untuk para Bhodisatva calon Buddha kehidupan orang yang sudah bisa mengekang hawa nafsu, tapi masih mengenal keduniawian.
3. Teras 6,7,8,9 adalah tingkat Arupa Dhatu yaitu tingkatan untuk para Buddha, bila meninggal akan mencapai Nibbana.

Candi Borobudur bentuknya empat persegi Panjang 123 M, Tingginya 42 Meter. Jumlah patungnya 504 buah, jumlah stupanya 72 stupa. Candi ini merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia sehingga menjadi obyek turis lokal maupun manca negara.

b. Candi Pawon
Candi Pawon terletak dalam satu garis lurus dari candi Mendut dan candi Borobudur, diduga merupakan makam seorang raja. Pahatan candi ini menandakan pendahulu dari Candi Borobudur. Candi Pawon terletak kira-kira 1,5 Km dari candi Borobudur. candi ini hanya kecil, terdiri dari satu stupa, candi ini yang dilewati saat prosesi dari candi mendut menuju Borobudur.

c. Candi Mendut
Candi Mendut didirikan oleh raja Indra dari dinasti Syailendra pada tahun 824 dan diduga lebih tua dari candi Borobudur. Candi Mendut terletak di desa Mendut, Mungkid Magelang. Di Candi ini terdapat tiga buah patung yaitu: Patung Buddha Sakyamuni terletak di tengah, patung Bodhisatva Avalokitesvara terletak disebelah kiri, dan patung Bodhisatva Maitreya disebelah kanan. Avalaokitesvara di candi Mendut memakai mahkota bergambar Amitabha oleh karena itu dinamakan Padmapani, memegang sebatang bunga teratai merah di tangannya. Candi mendut didirikan untuk menghormati para Bodhisatva. Saat Vaisak prosesi diawali dari candi mendut, pawon dan puncaknya candi Borobudur.

d. Candi Kalasan
Candi Kalasan diduga sebagai candi Buddhis yang tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh putra Sanjaya, Penangkaran, raja kedua dari kerajaan Mataram kuno, untuk memuja dewi Tara. Prasasti Kalasan ditulis dalam bahasa Sansekerta, dengan demikian kesimpulannya bahwa agama Buddha Mahayana di Jawa Tengah telah berkembang penuh. Candi Kalasan terletak di Kota Yogyakarta, candi ini bangunnanya sama sisi, seperti ketupat dasarnya bagian bawahnya berbentuk mandala. Didalam candi terdapat ruang yang ada altarnya. Diinformasikan bahwa di candi ini ditemukan patung kecil yang terbuat dari emas. Candi kalasan terletak tidak jauh dari kota Yogyakarta, pada sebelah kanan jalan dari Jogja ke Solo

e. Candi Sambisari
Candi Sambisari terletak di Yogyakarta, di candi ini terdapat tiga ruangan yang dulunya tiap-tiap ruangan ada rupangnya. Namun sekarang rupangnya tidak ada lagi. Candi ini terletak tidak jauh dan berada di sebelah timur dari candi kalasan.

f. Candi Sewu
Candi Sewu terletak di Yogyakarta. Candi ini merupakan komplek candi-candi yang tersusun dalam bentuk bujur sangkar, terdiri dari candi induk berpuncak sebuah stupa yang dikelilingi oleh sekitar 250 candi-candi kecil. Karena banyak sekali candi-candi kecil di komplek ini maka orang menyebutnya candi sewu atau candi seribu. Dalam candi besar maupun candi kecil dulunya terdapat rupang tetapi sekarang tidak ada lagi. Candi ini terletak tidak jauh dari Candi Prambanan (candi Hindu) dibangun kira-kira tahun 1098 M

g. Candi Plaosan
Candi Plaosan dibangun oleh Rakai Panangkaran sebagai hadiah untuk permaisurinya yang beragama Buddha Mahayana. Candi Plaosan terletak di Yogya kira-kira 2 km dari candi Sewu di sini terdapat beberapa buah candi tetapi yang besar ada dua buah. Di dalam ruang masih terdapat rupang tetapi dalam keadaan yang rusak

2. Di Jawa Timur

1. Candi Jago terletak di Tumpang, Malang, Jawa Timur. Candi ini berlantai dua, dindingnya terdapat relief cerita yang bersumber pada kitab Lalitavistara
2. Candi Kidal terletak ke arah kota Malang, Jawa Timur disekitar candi ini masih terdapat beberapa candi kecil. Candi ini mirip candi pawon di jawa tengah.

2. Di Riau
Candi yang terdapat di Riau yaitu Candi Muara Takus. Candi ini berbentuk Stupa, terletak kira-kira 2000 Km di sebelah barat kota Pekan Baru, Riau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar