MAKNA UPACARA DALAM AGAMA BUDDHA
Upacara-upacara, baik bersifat
keagamaan, kemasyarakatan maupun kenegaraan, sebenarnya adalah suatu
cetusan hati nurani manusia terhadap suatu keadaan. Dengan sendirinya
bentuk-bentuk upacara disesuaikan dengan keadaan, jaman alam, suasana,
selera dan cara berpikir si pembutnya atau pelaksanaanya.
Oleh karena
itu upacara sebagai salah satu bentuk kebudayaan dapat kita
selenggarakan sesuai tradisi dan perkembangan jaman di Indonesia dengan
mengigat bahwa kebudayaan adalah suatu yang dinamis, selalu mengikuti
perkembangan, kebudayaan di jaman Borobudur dan Majapahit belum tentu
dapat kita terapkan pada dewasa ini. Tetapi pola-pola kebudayaan manusia
itu dapat merupakan inspirasi bagi tumbuhnya kebudayaan Indonesia baru.
1) Makna di balik upacara
Dari
bermacam-macam upacara yang dilakukan oleh umat Buddha dengan corak
ragam yang berlain-lainan, bila diteliti mempunyai makna yang sama.
Sesuatu yang disebut upacara keagamaan akan diterima oleh umat untuk
dilaksanakan dengan penuh keiklasan dan sekaligus menjadi kebutuhan
hidup batinnya, Karena itu upacara akan menjadi salah satu kebiasaan
hidupnya yang sering dilakukannya.
Dalam semua bentuk upacara agama Buddha, sebenarnya terkandung prinsip-prinsip:
a. Menghormat dan merenungkan sifat-sifat luhur Sang Triratna
b. Memperkuat keyakinan (saddha) dengan tekat (adhitthana)
c. Membina empat kediaman luhur (brahmavihara)
d. Melakukan Anumodana, yaitu membagi perbuatan baik kita kepada makhluk lain
e. Mengulang dan merenungkan kembali khotbah-khotbah Sang Buddha Gotama
Upacara
yang mengandung lima prinsip tersebut telah dijadikan kebiasaan dan
sering dilakukan, dari bentuk yang sederhana sampai yang rumit. Dengan
demikian akan membawa makin seringnya ucapan dan perbuatan ditujukan
kepada kebajikan, seperti:
Pikiran-pikiran negatif akan terkendali.
Pikiran-pikiran baik tubuh berkembang.
Secara terperinci manfaat yang langsung di dapat dari upacara, dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Saddha : keyakinan dan bakti akan tumbuh berkembang
b. Brahmavihara : empat keadaan batin luhur akan berkembang.
c. samvara : indera akan terkendali
d. Santutthi : puas.
e. Santi : damai
f. Sukha : bahagia
Untuk
dapat memiliki manfaat yang sebesar-besarnya maka kita harus melakukan
upacara yang benar, sesuai dengan makna yang berkandung dalam upaca itu.
2) Melakukan upacara yang benar
a. Mengerti akan makna upacara seperti yang diuraikan di atas.
b.
Upacara adalah semata-mata memupuk sifat-sifat baik masing-masing
individu seperti diuraikan di atas, dan bukan karena peraturan yang
megikat. Karena itu setiap melakukan upacara, seseorang harus
benar-benar sadar akan apa yang dilakukan dan bukan karena tradisi yang
mengikat, yang tidak akan membawa kita pada pembebasan (silabbata
paramasa samyojjana).
3. Sikap dalam upacara.
Karena upacara
merupakan suatu manifestasi dari keyakinan dan kebaktian, maka sikap
yang patut diperhatikan oleh setiap umat dalam melakukan upacara itu
adalah:
1. Sikap menghormat dengan cara:
a. Anjali: merangkapkan
kedua tangan dan menempatkan di dahi dengan menundukan kepala. Dalam
membaca paritta kedua tangan di tempatkan di depan dada (ulu hati)
b.
Namakkara : Membuat pancanga patittha (bersujud dengan lima titik,
yaitu dua siku, dua lutut dan dahi menyentuh lantai pada saat yang
bersamaan). Mengawali dengan namakkara Gatha (kalimat penghormatan awal
pada Sang Tiratna)
c. Padakkhina : dengan tangan bersikap akanjali di
depan dada, tanpa alas kaki, berjalan mengelilingi vihara atau candi
sebanyak tiga kali, yang letak letaknya harus disebelah kanan kita.
2. Membaca paritta:
a. Dilakukan secara khidmat dan penuh perhatian
b. Sedapat mungkin dipahami arti dari paritta-paritta yang dibaca
c. Memperhatikan tanda baca yang benar
d. Mengikuti cara baca yang baik: samyoga seperti dhammapada, Sarabanna : sambung menyambug, magadha satu baris satu baris.
3. Bersamadhi (meditasi) khusus tentang sikap
a. Relaks duduk bersila dengan tumpuan tangan dipangkuan
b. Memusatkan pikiran kita pasa sifat-sifat luhur Sang Tiratana dan brahmavihara.
4. Macam-macam kebaktian
a. Kebaktian tanpa dihadiri Bhikkhu
b. Kebaktian yang hadiri bhikkhu
Kebaktian
umum yang dihadiri bhikkhu paritta yang ditambahkan adalah Paritta
Aradhana Tisarana dan Pancasila (untuk meminta tuntunan tisarna dan
pancasila) dan Aradhana Dhammadesana (untuk meminta bhikkhu berceramah).
Jika memungkinkan setelah kebaktian diadakan Pemberkahan. Pemberkahan
yaitu suatu kegiatan yang disakralkan, ada dua cara pemberkatan:
pemberkatan dengan membaca paritta oleh para bhikkhu dan pemberkatan
dengan pemercikan tirta. Pemberkatan dengan pemercikan tirta didasarkan
pada suatu peristiwa yang terjadi dimasa Sang Buddha. Disebutkan bahwa
pada suatu ketika dikota Vesali tejangkit penyakit yang mematikan
sehingga banyak orang yang meninggal. Maka umat Buddha Vesali mengundang
Sang Buddha mengunjungi kota mereka. Sang Buddha datang dan menyuruh
Bhikkhu Ananda untuk memanjadkan parita Ratna Sutta sambil berjalan dan
memercikan air dari pattanya di sepanjang jalan yang dilaluinya.
Akibatnya penyakit lenyap dan kota vesali aktif lagi. Selain pemberkatan
kegiatan yang biasanya dilakukan jika kebaktian dihadiri bhikkhu adalah
pelimpahan jasa dengan cara tuang air. Kegiatan ini bertujuan membantu
umat untuk konsentrasi kepada sanak saudaranya yang akan dibantu dengan
pelimpahan jasa. Pelimpahan jasa ini didasarkan pada peristiwa yang
terjadi dimasa Sang Buddha. Disebutkan saat Sang Buddha mengunjungi Raja
Bimbisara, Raja berdana makanan pada Sang Buddha, dan lupa melakukan
pelimpahan jasa kepada sanak saudaranya yang terlahir di alam peta.
Mereka marah dan mengganggu Raja Bimbisara, setelah mendapatkan saran
dari Sang Buddha untuk melakukan pelimpahan jasa, dan Raja Bimbisara
melaksanakannya maka beliau tidak diganggu lagi.
Kebaktian yang tidak
dihadiri bhikkhu maka yang ceramah atau yang memberikan Dhammadesana
adalah Pandita, atau Dhammaduta. Jika kebaktian dilakukan secara
bersama-sama, maka salah satu dapat menjadi pemimpin kebaktian yang
bertugas untuk memimpin jalannya kebaktian agar lancar dan tertip.
Umat
Buddha melakuka puja bakti menghadap Altar. Altar adalah meja
sembahyang tempat meletakkan perlengkapansarana kebaktian seperti:
1. Buddha rupang (patung Buddha) yaitu sebagai obyek meditasi dan untuk mengingat jasa Sang Buddha
2. Hio atau dupa, sebagai lambang keharuman dhamma Sang Buddha
3. Lilin, yaitu sebagai lambang penerangan
4. Air, sebagai lambang kesucian dan kerendahan hati
5. Bunga, sebagai lambang ketidak kekalan.
CANDI-CANDI BUDDHIS DI INDONESIA
Candi-candi
Buddhis pada umumnya merupakan perbesaran dari stupa. Stupa adalah
tempat penyimpanan relik (sisa-sisa tulang yang mengkristal), atau
tempat menyimpan abu jenajah seorang raja. Jika kita sebagai uat Buddha
mendatangi candi-candi kita harus melakukan penghormatan dengan bersikap
anjali dan selanjutnya ber namaskara, sebagai penghormatan kepada
candi-candi, kita harus menjaga kelestarian candi candi dengan tidak
merusak bangunan yang agung itu, dan kita harus bersikap sopan ketika
memasuki candi. Dengan menjaga kelestarian candi berarti kita telah
melakukan penghormatan kepadanya.
Candi Buddhis terletak dibeberapa tempat yaitu:
1. Jawa Tengah
a. Candi Borobudur
Candi
borobudur terletak di Borobudur, Mungkid, Magelang Jawa Tengah. Candi
ini didirikan kira-kira tahun 800 Masehi oleh Wangsa Syailendra yang
merupakan pengikut Buddha yang setia. Di Candi ini puncak perayaan
Waisak Nasional diadakan setiap tahun. Candi Borobudur terkenal pula
dengan sebutan candi seribu Buddha, karena disini terdapat banyak Buddha
rupang, dalam stupa maupun pada relung-relung di dinding candi. Candi
boro Budur disusun seperti limas berundak-undak terdiri sembilan tingkat
semakin ke atas semakin kecil ukurannya untuk akhirnya diberi mahkota
sebuah stupa yang besar sekali.. Di setiap dinding dari tingkatan candi
ini terdapat relif (gambar pahatan) yang menceritakan tentang kehidupan
manusia dan riwayat hidup Buddha Gotama, Jenjang atau teras candi di
bagi tiga tingkat yaitu:
1. Kaki candi (paling bawah) tingkat Kama
Dhatu yaitu tingkat manusia yang hidupnya masih dikuasai hawa nafsu.
Pada dinding ini terdapat relief yang menggambarkan tingkah laku baik
dan buruk dan segala akibatnya.
2. Teras satu sampai lima adalah
tingkat rupa dhatu, yaitu tingkat untuk para Bhodisatva calon Buddha
kehidupan orang yang sudah bisa mengekang hawa nafsu, tapi masih
mengenal keduniawian.
3. Teras 6,7,8,9 adalah tingkat Arupa Dhatu yaitu tingkatan untuk para Buddha, bila meninggal akan mencapai Nibbana.
Candi
Borobudur bentuknya empat persegi Panjang 123 M, Tingginya 42 Meter.
Jumlah patungnya 504 buah, jumlah stupanya 72 stupa. Candi ini merupakan
salah satu dari tujuh keajaiban dunia sehingga menjadi obyek turis
lokal maupun manca negara.
b. Candi Pawon
Candi Pawon terletak
dalam satu garis lurus dari candi Mendut dan candi Borobudur, diduga
merupakan makam seorang raja. Pahatan candi ini menandakan pendahulu
dari Candi Borobudur. Candi Pawon terletak kira-kira 1,5 Km dari candi
Borobudur. candi ini hanya kecil, terdiri dari satu stupa, candi ini
yang dilewati saat prosesi dari candi mendut menuju Borobudur.
c. Candi Mendut
Candi
Mendut didirikan oleh raja Indra dari dinasti Syailendra pada tahun 824
dan diduga lebih tua dari candi Borobudur. Candi Mendut terletak di
desa Mendut, Mungkid Magelang. Di Candi ini terdapat tiga buah patung
yaitu: Patung Buddha Sakyamuni terletak di tengah, patung Bodhisatva
Avalokitesvara terletak disebelah kiri, dan patung Bodhisatva Maitreya
disebelah kanan. Avalaokitesvara di candi Mendut memakai mahkota
bergambar Amitabha oleh karena itu dinamakan Padmapani, memegang
sebatang bunga teratai merah di tangannya. Candi mendut didirikan untuk
menghormati para Bodhisatva. Saat Vaisak prosesi diawali dari candi
mendut, pawon dan puncaknya candi Borobudur.
d. Candi Kalasan
Candi
Kalasan diduga sebagai candi Buddhis yang tertua di Jawa Tengah yang
dibangun oleh putra Sanjaya, Penangkaran, raja kedua dari kerajaan
Mataram kuno, untuk memuja dewi Tara. Prasasti Kalasan ditulis dalam
bahasa Sansekerta, dengan demikian kesimpulannya bahwa agama Buddha
Mahayana di Jawa Tengah telah berkembang penuh. Candi Kalasan terletak
di Kota Yogyakarta, candi ini bangunnanya sama sisi, seperti ketupat
dasarnya bagian bawahnya berbentuk mandala. Didalam candi terdapat ruang
yang ada altarnya. Diinformasikan bahwa di candi ini ditemukan patung
kecil yang terbuat dari emas. Candi kalasan terletak tidak jauh dari
kota Yogyakarta, pada sebelah kanan jalan dari Jogja ke Solo
e. Candi Sambisari
Candi
Sambisari terletak di Yogyakarta, di candi ini terdapat tiga ruangan
yang dulunya tiap-tiap ruangan ada rupangnya. Namun sekarang rupangnya
tidak ada lagi. Candi ini terletak tidak jauh dan berada di sebelah
timur dari candi kalasan.
f. Candi Sewu
Candi Sewu terletak di
Yogyakarta. Candi ini merupakan komplek candi-candi yang tersusun dalam
bentuk bujur sangkar, terdiri dari candi induk berpuncak sebuah stupa
yang dikelilingi oleh sekitar 250 candi-candi kecil. Karena banyak
sekali candi-candi kecil di komplek ini maka orang menyebutnya candi
sewu atau candi seribu. Dalam candi besar maupun candi kecil dulunya
terdapat rupang tetapi sekarang tidak ada lagi. Candi ini terletak tidak
jauh dari Candi Prambanan (candi Hindu) dibangun kira-kira tahun 1098 M
g. Candi Plaosan
Candi
Plaosan dibangun oleh Rakai Panangkaran sebagai hadiah untuk
permaisurinya yang beragama Buddha Mahayana. Candi Plaosan terletak di
Yogya kira-kira 2 km dari candi Sewu di sini terdapat beberapa buah
candi tetapi yang besar ada dua buah. Di dalam ruang masih terdapat
rupang tetapi dalam keadaan yang rusak
2. Di Jawa Timur
1.
Candi Jago terletak di Tumpang, Malang, Jawa Timur. Candi ini berlantai
dua, dindingnya terdapat relief cerita yang bersumber pada kitab
Lalitavistara
2. Candi Kidal terletak ke arah kota Malang, Jawa Timur
disekitar candi ini masih terdapat beberapa candi kecil. Candi ini
mirip candi pawon di jawa tengah.
2. Di Riau
Candi yang
terdapat di Riau yaitu Candi Muara Takus. Candi ini berbentuk Stupa,
terletak kira-kira 2000 Km di sebelah barat kota Pekan Baru, Riau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar